Angkringan
dengan Plus Minusnya
oleh
Triyani
Wismaningsih
Angkringan
berasal dari bahasa Jawa yaitu ngangkring
yang berarti duduk dengan posisi kaki lebih tinggi salah satu. Dalam budaya
jawa cara duduk seperti itu dianggap tidak etis, apalagi bila dilakukan pada
saat makan. (sarjanaku)
Ada beberapa orang yang menyebut angkringan
denngan warung kucing atau kucingan. Kata kucingan muncul karena porsi nasi
yang dijual di sana mirip dengan nasi yang diberikan untuk kucing. Porsi nasi
yang dijual kira-kira tiga kali suapan dengan pasangan lauk berupa sambal dan
ikan teri.
Makanan yang dijual di angkringan bervariasi,
mulai dari nasi bungkus dengan sambal teri, aneka gorengan dan kletikan sebagai
camilan. Di angkringan wedang jae merupakan
minuman khasnya, akan tetapi di sana disediakan juga berbagai jenis
minuman lainnya.
Untuk memberi kesan santai dan nyaman kepada
konsumen para pedagang angkringan menyediakan tratak atau tenda, dengan
dingklik (kursi panjang tanpa sandaran), tikar untuk lesehan dengan lampu
remang-remang. Kondisi tersebut yang
memberikan kekhasan bahwa di angkringan pengunjung leluasa untuk duduk-duduk
sambil berbincang tentang berbagai hal. Di sini juga menjadi salah satu pemberi informasi terbaru dan menjadi tempat berkumpulnya
berbagai komunitas orang, mulai dari pelajar dan berbagai komunitas lainnya.
Di angkringan batas sosial menjadi tidak berlaku lagi. Di tempat ini
semua membaur menjadi satu, saling berinteraksi satu sama lain tanpa memandang
status. Hal tersebut yang kemudian memunculkan dua sisi yang berlawanan. Di
satu sisi karena di sana tidak ada perbedaan status sosial, semua pengunjung
merasa nyaman karena bisa saling berkomunikasi dan bebas. Di sisi yang lain pengunjung yang
tidak didasari kepribadian yang baik
akan mudah terkontaminasi dengan karakter pengunjung lain yang tidak baik.
Hal tersebut yang sekarang meresahkan kalangan
anak-anak yang masih duduk di tingkat pendidikan menengah ke bawah. Apa lagi
dengan penyediaan wifi gratis, anak semakin merasa nyaman dan kerasan
nongkrong- nongkrong di sana. Di angkringan tersebut anak tidak lagi bertujuan
untuk sekedar makan, tetapi mereka lebih bertujuan untuk mencari kesenangan
dengan main gejet sambil bercanda tawa
dengan
teman-temannya.
Dalam kondisi
tersebut angkringan beralih fungsi
menjadi tempat nongkrong dan tempat bersenamg- senang bagi anak-anak yang
kurang bertanggungjawab.Mereka mengatakan kalau di sana itu “srawung”. Jadi
tujuannya bukan untuk makan, bahkan kadang-kadang di tempat itu mereka
merencanakan sesuatu yang kemudian mereka lakukan Bersama. Sehingga sering
terjadi tawuran, pawai dan kegiatan lain yang kebanyakan merugikan.
Anak -anak yang
sudah terbiasa ngangkring biasanya tidak akan merasa nyaman di rumah. Mereka
No comments:
Post a Comment