CARA MENYUSUN BUTIR SOAL UJIAN PAS ATAU PAT TAHUN 2021/2022

CARA MENYUSUN BUTIR SOAL UJIAN PAS ATAU PAT TAHUN 2021/2022

A. Pendahuluan 
    Sesuai dengan permendikbud No 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional untuk tahun 2020 ini tidak ada lagi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Namun ujian yang ada hanya ujian diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan biasanya kita sebut dengan Ujian Sekolah (US=PAS/PAT). Dan ujian standar dari Dinas Pendidikan Provinsi DIY yaitu ASPD (Asesmen Stadarisasi Pendidikan Daerah) pada akhir tahun pelajaran. 
        Ujian sekolah maupun  daerah ini mempunyai tantangan tersendiri bagi sekolah atau guru di satuan pendidikan masing-masing. Artinya diminta kreativitas sekolah atau guru dalam mengelola dan melaksanakan ujian sekolah ini. Pada pasal 5 Permendikbud no 43 ini menyebutkan bentuk ujian dapat berupa portofolio, penugasan, tes tertulis dan/atau bentuk lainnya. 
        Bentuk lain inilah yang menuntut kreativitas sekolah atau guru dalam melaksanakan bentuk dan jenis ujian yang bisa dilakukan. Bentuk ujian lain ini bisa saja berupa kerja nyata siswa di masyarakat, melaksanakan projek/penelitian sederhana, ujian praktek tentang pengusaaan sikap/keterampilan yang berkaitan dengan keagamaan, atau lainnya sesuai dengan keunggulan sekolah masing-masing. 
        Selain bentuk ujian yang bisa dikembangkan waktu pelaksanaan bentuk ujian tersebut bisa juga dilaksanakan pada semester ganjil dan/atau semester genap pada akhir jenjang. Artinya satuan pendidikan bisa mulai melaksanakan bentuk penilaian nya di semester ganjil atau semester 5 tanpa menunggu semester 6. 
        Hal ini juga menuntut sekolah dan guru perlu merencanakan ujian sekolah pada awal tahun pelajaran berlangsung. Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka harus dilakukan langkah-langkah berikut, yaitu: 
(1) menentukan tujuan tes, 
(2) menentukan kompetensi yang akan diujikan, 
(3) menentukan materi yang diujikan, 
(4) menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik), 
(5) menyusun kisi-kisinya, 
(6) menulis butir soal, 
(7) memvalidasi butir soal atau menelaah secara kualitatif, 
(8) merakit soal menjadi perangkat tes, 
(9) menyusun pedoman penskorannya 
(10) uji coba butir soal, 
(11) analisis butir soal secara kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan 
(12) perbaikan soal berdasarkan hasil analisis kuantitatif seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini.

B. Pengertian Instrumen Tes 
        Secara harfiah kata tes berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu testum artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia yang sangat tinggi nilainya. Dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang diterjemahakan ke dalam bahasa Indonesia berarti tes, ujian atau percobaan dan dalam bahasa Arab berarti imtihan. Sedangkan secara istilah test adalah alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. 
         Tes adalah alat untuk memperoleh data tentang perilaku individu (Allen dan Yen, 1979:1). Karena itu, di dalam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu (sampel perilaku) berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenai tes tersebut (Anastari,1982:22). Tester artinya orang yang melaksanakan tes, pembuat tes atau eksperimentor adalah orang yang sedang melakukan percobaan, testee adalah pihak yang sedang dikenai tes atau pihak yang sedang dikenai percobaan (peserta tes). Tes ialah sejumlah pertanyaan yang diberikan untuk dijawab. Sedangkan pengukuran lebih luas dari tes. 
        Adapun evaluasi mencakup tes dan pengukuran yaitu proses pengumpulan informasi untuk membuat penilaian, yang kemudian digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan. Sedangkan berdasarkan Permendikbud No 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional mendefenisikan Ujian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu Satuan Pendidikan. 

C. Cara Pemilihan Materi/KD/IPK 
        Ujian yang diselenggarakan Sekolah Penentuan materi/KD/IPK yang akan dibuat soalnya dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip UKRK (Urgensi, Kontinuitas, Relevansi, dan Keterpakaian). Hal ini perlu dilakukan supaya soal yang dibuat memang sudah diseleksi dengan baik. 
Kriteria tersebut antara lain 
(1) Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus dikuasai oleh peserta didik; 
(2) Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang merupakan pendalaman dari satu atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya; 
(3) Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau memahami, mata pelajaran lain; 
(4) Keterpakaian, yaitu materi yang memiliki nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari¬-hari. Untuk soal ujian sekolah penyeleksian berdasarkan kriteria UKRK ini perlu dilakukan agar tidak terlalu banyak butir soal yang diujikan sehingga tujuan penilaian akan tercapai. 

D. Penentuan dan Penyebaran Soal 
        Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu ditentukan jumlah soal setiap kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian akhir semester berikut ini. Contoh penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil

E. Cara Membuat Kisi-Kisi Soal 
        Kisi-kisi merupakan suatu perencanaan dan gambaran sebaran butir pada tiap–tiap kompetensi dasar yang juga didasarkan pada kriteria dan persyaratan tertentu. Penyusunan kisi-kisi digunakan untuk menentukan sampel tes yang baik, dalam arti mencakup keseluruhan materi dan kompetensi dasar secara proporsional serta berkeadilan. Di samping itu juga tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai petunjuk dalam menulis soal. 
        Oleh karena itu, sebelum menyusun butir-butir tes sebaiknya kisi-kisi dibuat terlebih dahulu sebagai pedoman dalam memuat jumlah butir yang harus dibuat untuk setiap bentuk butir, materi, tingkat kesukaran serta untuk setiap aspek kemampuan yang hendak diukur. Kisi-kisi dapat berbentuk format atau matriks seperti contoh berikut ini.

Keterangan: 
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6. 

Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan berikut ini. 
1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum atau materi yang telah diajarkan secara tepat dan proporsional. 
2. Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami. 
3. Materi yang hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya. 
4. Jenis dan bentuk tes meliputi tes lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban singkat, isian, menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja (performance), penugasan (project) dan hasil karya (product). 

F. Perumusan Indikator Soal 
        Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari kegiatan penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. 
        Syarat indikator yang baik: 
1. Menggunakan kata kerja operasional (perilaku khusus) yang tepat, 
2. Menggunakan satu kata kerja operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional untuk soal uraian/tes perbuatan, 
3. Dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk soal pilihan ganda). Penulisan indikator yang lengkap mencakup : 
   A= audience (peserta didik) , 
   B= behaviour (perilaku yang harus ditampilkan), 
   C= condition (kondisi yang diberikan), dan 
   D= degree (tingkatan yang diharapkan). 

        Ada dua model penulisan indikator. Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal kalimat. 
1. Model pertama ini digunakan untuk soal yang disertai dengan dasar pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf, gambar, denah, grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan 
2. Model yang kedua adalah menempatkan peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat. 

Model pertama ini biasanya juga digunakan untuk soal yang tingkat berpikirnya tinggi (HOTS). Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai dengan dasar pertanyaan (stimulus). Soal HOTS (Higher Order Thinkings Skill) meminta siswa untuk memahami fakta, menyimpulkan fakta, menghubungkan fakta dengan fakta atau konsep lain, menganalisis fakta, menyatukan fakta untuk membentuk hal baru, dan meggunakan fakta untuk memecahkan masalah. Tingkat berpikir dari soal HOTS dimulai dari C4 ke atas. 

Contoh model pertama untuk soal menyimak pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. 
Indikator: Diperdengarkan sebuah pernyataan pendek dengan topik "belajar mandiri", peserta didik dapat menentukan dengan tepat pernyataan yang sama artinya. 
Soal : (Soal dibacakan atau diperdengarkan hanya satu kali, kemudian peserta didik memilih dengan tepat satu pernyataan yang sama artinya. 
Soalnya adalah: "Hari harus masuk kelas pukul 7.00., tetapi dia datang pukul 8.00 pagi hari.") 
Lembar tes hanya berisi pilihan seperti berikut: 
a. Hari masuk kelas tepat waktu pagi ini.
b. Hari masuk kelas terlambat dua jam pagi ini 
c. Hari masuk Kelas terlambat siang hari ini, 
d. Hari masuk Kelas terlambat satu jam hari ini 
e. Hari masuk Kelas terlambat pagi hari ini 

Kunci: d 

Contoh model kedua 
Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan tanda baca pada nilai uang. 
Soal : Penulisan nilai uang yang benar adalah .... 
a. Rp 125,- 
b. RP 125,00 
c. Rp125 
d. Rp125. 
e. Rp.125 
Kunci: b 

G. Menulis Butir Soal 
        Langkah selanjutnya dalam mengembangkan tes adalah menulis butir soal. Ada beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menulis butir soal, antara lain: 
1. Butir soal yang dibuat harus valid. Artinya, butir tersebut mampu mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 
2. Butir soal harus dapat dikerjakan dengan menggunakan satu kemampuan spesifik, tanpa dipengaruhi oleh kemampuan lain yang tidak relevan. Seperti halnya membuat butir soal matematika dengan menggunakan bahasa asing. Jelas antara kemampuan matematika dan bahasa asing merupakan dua kemampuan yang berbeda sama sekali dan tidak bisa disangkutpautkan dalam satu butir soal dalam tes. 3. Butir soal harus memiliki (kunci) jawaban yang benar. Butir tes yang tidak memiliki jawaban akan sangat menyulitkan siswa, bahkan akan membuang waktu siswa jauh lebih banyak daripada soal yang memiliki tingkat kesulitan tinggi sekalipun. Butir yang tidak memiliki jawaban yang benar dapat berpengaruh pada mental psikologis siswa, bahkan dapat pula berimbas kepada kurang kredibelnya kegiatan pengukuran yang dilakukan. 
4. Butir yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan dengan langkah – langkah lengkap sebelum digunakan pada tes sesungguhnya. Khususnya butir uraian atau essay pada bidang eksakta seperti matematika, fisika dan lainnya langkah – langkah lengkap sangat dibutuhkan dalam pedoman penskoran butir. 
5. Hindari kesalahan ketik atau penulisan. Kesalahan penulisan dapat berbeda makna dalam bahasa tertentu, bidang eksakta bahkan bidang sosial sekalipun dan ini akan menimbulkan perbedaan arah butir. Oleh karena itu, dibutuhkan pengeditan yang teliti dan presisi. 
6. Tetapkan sejak awal aspek kemampuan yang hendak diukur untuk setiap butir yang akan dibuat. Aspek kemampuan dapat mengacu pada ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan atau dapat pula mengacu pada salah satu aspek di masing–masing ranah tersebut seperti pemahaman dalam ranah pengetahuan atau melakukan duplikasi dalam ranah keterampilan. 
7. Berikan petunjuk pengerjaan soal secara lengkap dan jelas. Petunjuk pengerjaan soal selain dituliskan di awal soal atau kelompok soal, hendaknya juga disosialisasikan terlebih dahulu kepada siswa dengan cara dibacakan sebelum tes berlangsung. 

a. Penulisan Soal Pilihan Ganda 
    Menulis soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan, serta panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. 
    Untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, perlu mengikuti langkah-langkah seperti: (1) menuliskan pokok soalnya; 
             (2) langkah kedua menuliskan kunci jawabannya; 
             (3) langkah ketiga menuliskan pengecohnya. Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan                     perkembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal. Setiap satu soal ditulis di                      dalam satu format. 

Adapun formatnya seperti berikut ini.
Soalnya mencakup: 
(1) dasar pertanyaan/stimulus (bila ada), 
(2) pokok soal (stem), 
(3) pilihan jawaban yang terdiri atas: kunci jawaban dan pengecoh. 









Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah 
1) materi : soal harus sesuai dengan indikator, pengecoh harus bertungsi, setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar, materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas; 

2) konstruksi : 
(a) pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas, 
(b) rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja, 
(c) pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar, 
(d) pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif ganda, 
(e) pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi, 
(f) panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama, 
(g) pilihan jawaban jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan jawaban di atas benar", 
(h) pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau kronologis, 
(i) gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi, 
(j) rumusan pokok soal tidak menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya, umumnya, kadang-kadang, 
(k) butir soal jangan bergantung pada jawaban soal sebelumnya; 

3) bahasa/budaya : 
(a) setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia; 
(b) bahasa yang digunakan harus komunikatif; 
(c) pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan pengertian

b. Penulisan Soal Bentuk Uraian 
        Menulis soal bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam merumuskannya. Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan yang dimaksud adalah kelengkapan perilaku yang diukur yang digunakan untuk menetapkan aspek yang dinilai dalam pedoman penskorannya. 
        Hal yang paling sulit dalam penulisan soal bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk soal uraian terletak pada tingkat subyektivitas penskorannya. Berdasarkan metode penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi dua, yaitu uraian objektif dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu, sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang diukur dapat diskor secara dikotomus (benar - salah atau 1 - 0). 
        Bentuk uraian non-objektif adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga penskorannya sukar untuk dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat kesubjektifan dalam pemberian skor ini, maka dalam menentukan perilaku yang diukur dibuatkan skala. Contoh misalnya perilaku yang diukur adalah "kesesuaian isi dengan tuntutan pertanyaan", maka skala yang disusun disesuaikan dengan tingkatan kemampuan peserta didik yang akan diuji. Agar soal yang disusun bermutu baik, maka penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisannya. Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan pengembangan soal, maka soal ditulis di dalam format kartu soal Setiap satu soal dan pedoman penskorannya ditulis di dalam satu format. 

Contoh format soal bentuk uraian dan format penskorannya adalah seperti berikut ini.







Bentuk soalnya terdiri dari: 
(1) dasar pertanyaan/stimulus bila ada/diperlukan, 
(2) pertanyaan, dan 
(3) pedoman penskoran. 

Kaidah penulisan soal uraian seperti berikut:
1) Materi 
a. Soal harus sesuai dengan indikator. 
b. Setiap pertanyaan harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan. 
c. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan tujuan peugukuran. 
d. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas. 

2) Konstruksi 
a. Menggunakan kata tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai. 
b. Ada petunjuk yang jelas tentang cara mengerjakan soal. 
c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya. 
d. Tabel, gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan berfungsi.

3) Bahasa 
a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif. 
b. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku). 
c. Tidak menimbulkan penafsiran ganda. 
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu. 
e.Tidak mengandung kata/ungkapan yang menyinggung perasaan peserta didik

No comments:

Post a Comment

Adbox