Sesuai dengan permendikbud No 43 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ujian yang diselenggarakan Satuan Pendidikan dan Ujian Nasional
untuk tahun 2020 ini tidak ada lagi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN).
Namun ujian yang ada hanya ujian diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan
biasanya kita sebut dengan Ujian Sekolah (US=PAS/PAT). Dan ujian standar dari Dinas Pendidikan Provinsi DIY yaitu ASPD (Asesmen Stadarisasi Pendidikan Daerah) pada akhir tahun pelajaran.
Ujian sekolah maupun daerah ini
mempunyai tantangan tersendiri bagi sekolah atau guru di satuan pendidikan
masing-masing. Artinya diminta kreativitas sekolah atau guru dalam mengelola dan
melaksanakan ujian sekolah ini. Pada pasal 5 Permendikbud no 43 ini menyebutkan
bentuk ujian dapat berupa portofolio, penugasan, tes tertulis dan/atau bentuk
lainnya.
Bentuk lain inilah yang menuntut kreativitas sekolah atau guru dalam
melaksanakan bentuk dan jenis ujian yang bisa dilakukan. Bentuk ujian lain ini
bisa saja berupa kerja nyata siswa di masyarakat, melaksanakan projek/penelitian
sederhana, ujian praktek tentang pengusaaan sikap/keterampilan yang berkaitan
dengan keagamaan, atau lainnya sesuai dengan keunggulan sekolah masing-masing.
Selain bentuk ujian yang bisa dikembangkan waktu pelaksanaan bentuk ujian
tersebut bisa juga dilaksanakan pada semester ganjil dan/atau semester genap
pada akhir jenjang. Artinya satuan pendidikan bisa mulai melaksanakan bentuk
penilaian nya di semester ganjil atau semester 5 tanpa menunggu semester 6.
Hal
ini juga menuntut sekolah dan guru perlu merencanakan ujian sekolah pada awal
tahun pelajaran berlangsung. Agar soal yang disiapkan oleh setiap guru
menghasilkan bahan ulangan/ujian yang sahih dan handal, maka harus dilakukan
langkah-langkah berikut, yaitu:
(1) menentukan tujuan tes,
(2) menentukan
kompetensi yang akan diujikan,
(3) menentukan materi yang diujikan,
(4)
menetapkan penyebaran butir soal berdasarkan kompetensi, materi, dan bentuk
penilaiannya (tes tertulis: bentuk pilihan ganda, uraian; dan tes praktik),
(5)
menyusun kisi-kisinya,
(6) menulis butir soal,
(7) memvalidasi butir soal atau
menelaah secara kualitatif,
(8) merakit soal menjadi perangkat tes,
(9) menyusun
pedoman penskorannya
(10) uji coba butir soal,
(11) analisis butir soal secara
kuantitatif dari data empirik hasil uji coba, dan
(12) perbaikan soal
berdasarkan hasil analisis kuantitatif seperti yang digambarkan pada gambar di
bawah ini.
B. Pengertian Instrumen Tes
Secara harfiah kata tes berasal dari bahasa Perancis
kuno yaitu testum artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia yang sangat
tinggi nilainya. Dalam bahasa Inggris ditulis dengan test yang diterjemahakan ke
dalam bahasa Indonesia berarti tes, ujian atau percobaan dan dalam bahasa Arab
berarti imtihan. Sedangkan secara istilah test adalah alat atau prosedur yang
digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian.
Tes adalah alat untuk
memperoleh data tentang perilaku individu (Allen dan Yen, 1979:1). Karena itu,
di dalam tes terdapat sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab atau tugas yang
akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu (sampel perilaku)
berdasarkan jawaban yang diberikan individu yang dikenai tes tersebut
(Anastari,1982:22). Tester artinya orang yang melaksanakan tes, pembuat tes atau
eksperimentor adalah orang yang sedang melakukan percobaan, testee adalah pihak
yang sedang dikenai tes atau pihak yang sedang dikenai percobaan (peserta tes).
Tes ialah sejumlah pertanyaan yang diberikan untuk dijawab. Sedangkan pengukuran
lebih luas dari tes.
Adapun evaluasi mencakup tes dan pengukuran yaitu proses
pengumpulan informasi untuk membuat penilaian, yang kemudian digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam membuat keputusan. Sedangkan berdasarkan Permendikbud
No 43 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ujian yang Diselenggarakan Satuan
Pendidikan dan Ujian Nasional mendefenisikan Ujian adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan
prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu Satuan Pendidikan.
C. Cara
Pemilihan Materi/KD/IPK
Ujian yang diselenggarakan Sekolah Penentuan
materi/KD/IPK yang akan dibuat soalnya dapat dilakukan dengan menggunakan
prinsip UKRK (Urgensi, Kontinuitas, Relevansi, dan Keterpakaian). Hal ini perlu
dilakukan supaya soal yang dibuat memang sudah diseleksi dengan baik.
Kriteria
tersebut antara lain
(1) Urgensi, yaitu materi secara teoritis mutlak harus
dikuasai oleh peserta didik;
(2) Kontinuitas, yaitu materi lanjutan yang
merupakan pendalaman dari satu atau lebih materi yang sudah dipelajari
sebelumnya;
(3) Relevansi, yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau
memahami, mata pelajaran lain;
(4) Keterpakaian, yaitu materi yang memiliki
nilai terapan tinggi dalam kehidupan sehari¬-hari. Untuk soal ujian sekolah
penyeleksian berdasarkan kriteria UKRK ini perlu dilakukan agar tidak terlalu
banyak butir soal yang diujikan sehingga tujuan penilaian akan tercapai.
D.
Penentuan dan Penyebaran Soal
Sebelum menyusun kisi-kisi dan butir soal perlu
ditentukan jumlah soal setiap kompetensi dasar dan penyebaran soalnya. Untuk
lebih jelasnya, perhatikan contoh penilaian akhir semester berikut ini. Contoh
penyebaran butir soal untuk penilaian akhir semester ganjil
E. Cara Membuat Kisi-Kisi Soal
Kisi-kisi merupakan suatu perencanaan dan
gambaran sebaran butir pada tiap–tiap kompetensi dasar yang juga didasarkan pada
kriteria dan persyaratan tertentu. Penyusunan kisi-kisi digunakan untuk
menentukan sampel tes yang baik, dalam arti mencakup keseluruhan materi dan
kompetensi dasar secara proporsional serta berkeadilan. Di samping itu juga
tujuan penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan sebagai
petunjuk dalam menulis soal.
Oleh karena itu, sebelum menyusun butir-butir tes
sebaiknya kisi-kisi dibuat terlebih dahulu sebagai pedoman dalam memuat jumlah
butir yang harus dibuat untuk setiap bentuk butir, materi, tingkat kesukaran
serta untuk setiap aspek kemampuan yang hendak diukur. Kisi-kisi dapat berbentuk
format atau matriks seperti contoh berikut ini.
Keterangan:
Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai dengan pernyataan
yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis kisi-kisi tidak diperkenankan
mengarang sendiri, kecuali pada kolom 6.
Kisi-kisi yang baik harus memenuhi
persyaratan berikut ini.
1. Kisi-kisi harus dapat mewakili isi silabus/kurikulum
atau materi yang telah diajarkan secara tepat dan proporsional.
2.
Komponen-komponennya diuraikan secara jelas dan mudah dipahami.
3. Materi yang
hendak ditanyakan dapat dibuatkan soalnya.
4. Jenis dan bentuk tes meliputi tes
lisan, tertulis (bentuk uraian, pilihan ganda, jawaban singkat, isian,
menjodohkan, benar-salah), dan tes perbuatan yang meliputi: kinerja
(performance), penugasan (project) dan hasil karya (product).
F. Perumusan
Indikator Soal
Indikator dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal
yang dikehendaki. Kegiatan perumusan indikator soal merupakan bagian dari
kegiatan penyusunan kisi-kisi. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru
harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran,
kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara
singkat dan jelas.
Syarat indikator yang baik:
1. Menggunakan kata kerja
operasional (perilaku khusus) yang tepat,
2. Menggunakan satu kata kerja
operasional untuk soal objektif, dan satu atau lebih kata kerja operasional
untuk soal uraian/tes perbuatan,
3. Dapat dibuatkan soal atau pengecohnya (untuk
soal pilihan ganda). Penulisan indikator yang lengkap mencakup :
A= audience
(peserta didik) ,
B= behaviour (perilaku yang harus ditampilkan),
C= condition
(kondisi yang diberikan), dan
D= degree (tingkatan yang diharapkan).
Ada dua
model penulisan indikator. Model pertama adalah menempatkan kondisinya di awal
kalimat.
1. Model pertama ini digunakan untuk soal yang disertai dengan dasar
pernyataan (stimulus), misalnya berupa sebuah kalimat, paragraf, gambar, denah,
grafik, kasus, atau lainnya, sedangkan
2. Model yang kedua adalah menempatkan
peserta didik dan perilaku yang harus ditampilkan di awal kalimat.
Model pertama
ini biasanya juga digunakan untuk soal yang tingkat berpikirnya tinggi (HOTS).
Model yang kedua ini digunakan untuk soal yang tidak disertai dengan dasar
pertanyaan (stimulus). Soal HOTS (Higher Order Thinkings Skill) meminta siswa
untuk memahami fakta, menyimpulkan fakta, menghubungkan fakta dengan fakta atau
konsep lain, menganalisis fakta, menyatukan fakta untuk membentuk hal baru, dan
meggunakan fakta untuk memecahkan masalah. Tingkat berpikir dari soal HOTS
dimulai dari C4 ke atas.
Contoh model pertama untuk soal menyimak pada mata
pelajaran Bahasa Indonesia.
Indikator: Diperdengarkan sebuah pernyataan pendek
dengan topik "belajar mandiri", peserta didik dapat menentukan dengan tepat
pernyataan yang sama artinya.
Soal : (Soal dibacakan atau diperdengarkan hanya
satu kali, kemudian peserta didik memilih dengan tepat satu pernyataan yang sama
artinya.
Soalnya adalah: "Hari harus masuk kelas pukul 7.00., tetapi dia datang
pukul 8.00 pagi hari.")
Lembar tes hanya berisi pilihan seperti berikut:
a. Hari
masuk kelas tepat waktu pagi ini.
b. Hari masuk kelas terlambat dua jam pagi ini
c. Hari masuk Kelas terlambat siang hari ini,
d. Hari masuk Kelas terlambat satu
jam hari ini
e. Hari masuk Kelas terlambat pagi hari ini
Kunci: d
Contoh model
kedua
Indikator: Peserta didik dapat menentukan dengan tepat penulisan tanda
baca pada nilai uang.
Soal : Penulisan nilai uang yang benar adalah ....
a. Rp
125,-
b. RP 125,00
c. Rp125
d. Rp125.
e. Rp.125
Kunci: b
G. Menulis Butir Soal
Langkah selanjutnya dalam mengembangkan tes adalah menulis butir soal. Ada
beberapa petunjuk yang perlu diperhatikan dalam menulis butir soal, antara lain:
1. Butir soal yang dibuat harus valid. Artinya, butir tersebut mampu mengukur
ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
2. Butir soal harus
dapat dikerjakan dengan menggunakan satu kemampuan spesifik, tanpa dipengaruhi
oleh kemampuan lain yang tidak relevan. Seperti halnya membuat butir soal
matematika dengan menggunakan bahasa asing. Jelas antara kemampuan matematika
dan bahasa asing merupakan dua kemampuan yang berbeda sama sekali dan tidak bisa
disangkutpautkan dalam satu butir soal dalam tes. 3. Butir soal harus memiliki
(kunci) jawaban yang benar. Butir tes yang tidak memiliki jawaban akan sangat
menyulitkan siswa, bahkan akan membuang waktu siswa jauh lebih banyak daripada
soal yang memiliki tingkat kesulitan tinggi sekalipun. Butir yang tidak memiliki
jawaban yang benar dapat berpengaruh pada mental psikologis siswa, bahkan dapat
pula berimbas kepada kurang kredibelnya kegiatan pengukuran yang dilakukan.
4.
Butir yang dibuat harus terlebih dahulu dikerjakan atau diselesaikan dengan
langkah – langkah lengkap sebelum digunakan pada tes sesungguhnya. Khususnya
butir uraian atau essay pada bidang eksakta seperti matematika, fisika dan
lainnya langkah – langkah lengkap sangat dibutuhkan dalam pedoman penskoran
butir.
5. Hindari kesalahan ketik atau penulisan. Kesalahan penulisan dapat
berbeda makna dalam bahasa tertentu, bidang eksakta bahkan bidang sosial
sekalipun dan ini akan menimbulkan perbedaan arah butir. Oleh karena itu,
dibutuhkan pengeditan yang teliti dan presisi.
6. Tetapkan sejak awal aspek
kemampuan yang hendak diukur untuk setiap butir yang akan dibuat. Aspek
kemampuan dapat mengacu pada ranah pengetahuan, sikap dan keterampilan atau
dapat pula mengacu pada salah satu aspek di masing–masing ranah tersebut seperti
pemahaman dalam ranah pengetahuan atau melakukan duplikasi dalam ranah
keterampilan.
7. Berikan petunjuk pengerjaan soal secara lengkap dan jelas.
Petunjuk pengerjaan soal selain dituliskan di awal soal atau kelompok soal,
hendaknya juga disosialisasikan terlebih dahulu kepada siswa dengan cara
dibacakan sebelum tes berlangsung.
a. Penulisan Soal Pilihan Ganda
Menulis soal
bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan ketelitian. Hal yang
paling sulit dilakukan dalam menulis soal bentuk pilihan ganda adalah menuliskan
pengecohnya. Pengecoh yang baik adalah pengecoh yang tingkat kerumitan atau
tingkat kesederhanaan, serta panjang-pendeknya relatif sama dengan kunci
jawaban.
Untuk memudahkan dalam penulisan soal bentuk pilihan ganda, perlu
mengikuti langkah-langkah seperti: (1) menuliskan pokok soalnya;
(2) langkah
kedua menuliskan kunci jawabannya;
(3) langkah ketiga menuliskan pengecohnya.
Untuk memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan perkembangan soal, maka soal
ditulis di dalam format kartu soal. Setiap satu soal ditulis di dalam satu
format.
Adapun formatnya seperti berikut ini.
Soalnya mencakup:
(1) dasar pertanyaan/stimulus (bila ada),
(2) pokok soal
(stem),
(3) pilihan jawaban yang terdiri atas: kunci jawaban dan pengecoh.
Kaidah penulisan soal pilihan ganda adalah
1) materi : soal harus sesuai dengan
indikator, pengecoh harus bertungsi, setiap soal harus mempunyai satu jawaban
yang benar, materi yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang jenis sekolah
atau tingkat kelas;
2) konstruksi :
(a) pokok soal harus dirumuskan secara jelas
dan tegas,
(b) rumusan pokok soal dan pilihan jawaban harus merupakan pernyataan
yang diperlukan saja,
(c) pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban
yang benar,
(d) pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negatif
ganda,
(e) pilihan jawaban harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi,
(f) panjang rumusan pilihan jawaban harus relatif sama,
(g) pilihan jawaban
jangan mengandung pernyataan “Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua
pilihan jawaban di atas benar",
(h) pilihan jawaban yang berbentuk angka atau
waktu harus disusun berdasarkan urutan besar kecilnya nilai angka atau
kronologis,
(i) gambar, grafik, tabel, diagram, wacana, dan sejenisnya yang
terdapat pada soal harus jelas dan berfungsi,
(j) rumusan pokok soal tidak
menggunakan ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti: sebaiknya,
umumnya, kadang-kadang,
(k) butir soal jangan bergantung pada jawaban soal
sebelumnya;
3) bahasa/budaya :
(a) setiap soal harus menggunakan bahasa yang
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia;
(b) bahasa yang digunakan harus
komunikatif;
(c) pilihan jawaban jangan yang mengulang kata/frase yang bukan
merupakan satu kesatuan pengertian
b. Penulisan Soal Bentuk Uraian
Menulis soal
bentuk uraian diperlukan ketepatan dan kelengkapan dalam merumuskannya.
Ketepatan yang dimaksud adalah bahwa materi yang ditanyakan tepat diujikan
dengan bentuk uraian, yaitu menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan
gagasan dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan secara tertulis
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Adapun kelengkapan yang dimaksud adalah
kelengkapan perilaku yang diukur yang digunakan untuk menetapkan aspek yang
dinilai dalam pedoman penskorannya.
Hal yang paling sulit dalam penulisan soal
bentuk uraian adalah menyusun pedoman penskorannya. Penulis soal harus dapat
merumuskan setepat-tepatnya pedoman penskorannya karena kelemahan bentuk soal
uraian terletak pada tingkat subyektivitas penskorannya. Berdasarkan metode
penskorannya, bentuk uraian diklasifikasikan menjadi dua, yaitu uraian objektif
dan uraian non-objektif. Bentuk uraian objektif adalah suatu soal atau
pertanyaan yang menuntut sehimpunan jawaban dengan pengertian/konsep tertentu,
sehingga penskorannya dapat dilakukan secara objektif. Artinya perilaku yang
diukur dapat diskor secara dikotomus (benar - salah atau 1 - 0).
Bentuk uraian
non-objektif adalah suatu soal yang menuntut sehimpunan jawaban dengan
pengertian/konsep menurut pendapat masing-masing peserta didik, sehingga
penskorannya sukar untuk dilakukan secara objektif. Untuk mengurangi tingkat
kesubjektifan dalam pemberian skor ini, maka dalam menentukan perilaku yang
diukur dibuatkan skala. Contoh misalnya perilaku yang diukur adalah "kesesuaian
isi dengan tuntutan pertanyaan", maka skala yang disusun disesuaikan dengan
tingkatan kemampuan peserta didik yang akan diuji. Agar soal yang disusun
bermutu baik, maka penulis soal harus memperhatikan kaidah penulisannya. Untuk
memudahkan pengelolaan, perbaikan, dan pengembangan soal, maka soal ditulis di
dalam format kartu soal Setiap satu soal dan pedoman penskorannya ditulis di
dalam satu format.
Contoh format soal bentuk uraian dan format penskorannya
adalah seperti berikut ini.
(1) dasar pertanyaan/stimulus bila ada/diperlukan,
(2) pertanyaan, dan
(3) pedoman penskoran.
Kaidah penulisan soal uraian seperti
berikut:
1) Materi
a. Soal harus sesuai dengan indikator.
b. Setiap pertanyaan
harus diberikan batasan jawaban yang diharapkan.
c. Materi yang ditanyakan harus
sesuai dengan tujuan peugukuran.
d. Materi yang ditanyakan harus sesuai dengan
jenjang jenis sekolah atau tingkat kelas.
2) Konstruksi
a. Menggunakan kata
tanya/perintah yang menuntut jawaban terurai.
b. Ada petunjuk yang jelas tentang
cara mengerjakan soal.
c. Setiap soal harus ada pedoman penskorannya.
d. Tabel,
gambar, grafik, peta, atau yang sejenisnya disajikan dengan jelas, terbaca, dan
berfungsi.
3) Bahasa
a. Rumusan kalimat soal harus komunikatif.
b. Menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar (baku).
c. Tidak menimbulkan penafsiran
ganda.
d. Tidak menggunakan bahasa yang berlaku setempat/tabu.
No comments:
Post a Comment