Lompatan Belalang
Seekor belalang telah lama terkurung dalam sebuah kotak. Suatu hari ia berhasil
keluar dari kotak yang mengurungnya tersebut. Dengan gembira ia melompat-lompat
menikmati kebebasannya.
Di perjalanan ia bertemu dengan seekor belalang lain. Namun ia keheranan kenapa
belalang itu bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh darinya.
Dengan penasaran ia menghampiri belalang itu, dan bertanya, “Mengapa kau
bisa melompat lebih tinggi dan lebih jauh, padahal kita tidak jauh berbeda dari
usia ataupun bentuk tubuh?” Belalang itu pun menjawabnya, “Dimanakah kau selama
ini tinggal? Karena semua belalang yang hidup di alam bebas pasti bisa
melakukan seperti yang aku lakukan”.
Saat itu si belalang baru tersadar bahwa selama ini kotak itulah yang selama
ini membuat lompatannya tidak sejauh dan setinggi belalang lain yang hidup di
alam bebas.
Dunia ini sangatlah luas, cobalah melihat lingkungan di sekitarmu. Janganlah
merasa dirimu adalah manusia paling hebat.
Penebang Kayu
Suatu ketika, seorang
pemuda yang sangat kuat meminta pekerjaan pada seorang saudagar kayu, dan dia
mendapatkannya. Upah yang ditawarkan sesuai dengan keinginannya, lokasi
pekerjaannya pun dekat dengan rumahnya. Oleh karena itu, sang pemuda bertekad
untuk bekerja dengan sungguh-sungguh.
Akhirnya, saudagar
memberinya kapak dan menunjukkan area tempat penebangannya. Hari pertama
penebang pohon membawa 21 batang pohon. "Wah, hebat kamu kuat sekali, bisa membawa pulang kayu
sebanyak ini dalam satu hari," kata saudagar kayu yang merupakan atasannya
sekarang.
Termotivasi oleh
perkataan itu, sang pemuda menebang kayu dengan usaha yang lebih keras keesokan
harinya. Tetapi, hari itu ia hanya bisa membawa 17 batang pohon. Hari ketiga
dia berusaha lebih keras lagi, tetapi dia hanya bisa membawa 10 pohon. Hari
demi hari, pohonnya makin berkurang.
"Aku pasti telah
kehilangan kekuatanku," pikir penebang kayu itu. Dia menghadap kepada
saudagar kayu dan meminta maaf, mengatakan bahwa dia tidak mengerti apa yang
sedang terjadi.
"Kapan terakhir kali
kau mengasah kapak yang kau gunakan?" tanya bos itu. "Mempertajam?
Saya tidak punya waktu untuk mengasah kapak saya. Saya sangat sibuk mencoba
menebang pohon."
Terkadang bekerja keras
saja tidaklah cukup untuk mencapai kesuksesan. Kita juga harus bekerja dengan
cerdas! Pemuda itu sebetulnya memiliki potensi yang hebat untuk memotong kayu. Sayangnya, ia tidak memiliki sikap
yang tepat untuk dapat berhasil dalam tugas khusus ini. Melalui kerja keras dan
sikap yang cerdas, tidak ada yang mustahil dalam hidup ini.
Bunga untuk Ibu
Gerai bunga milik Pak Mulham tengah ramai dikunjungi oleh pembeli. Ia pun
sibuk memindahkan ratusan karangan bunga ke atas mobil pikap miliknya. Di
tengah kesibukannya, seorang bocah menghampirinya, dan berkata, "Maaf,
Pak, kalau harga karangan bunga yang kecil itu berapa?"
Pak Mulham menghiraukannya untuk beberapa saat, kemudian menjawab
"lima puluh ribu, dik", jawabnya.
"Maaf, Pak, apakah ada yang tiga puluh ribu saja?" balas bocah
itu.
Kali ini pak Mulham menatap wajah bocah itu dan tersadar tampaknya bocah
itu masih duduk di bangku SD. Pak Muham kemudian melanjutkan percakapan,
"Untuk siapa bunganya, Dik? Bunganya boleh diambil dengan tiga puluh ribu
saja," jawabnya sambil tersenyum.
"Terima kasih, Pak, untuk Ibu saya".
Pak Mulham yang tidak mengetahi arah datangnya bocah itu pun bertanya,
"Adik ke sini jalan kaki? Pulangnya ke mana?"
"Ke arah Samata, Pak", jawab bocah itu.
"Saya juga kebetulan menuju ke arah sana, kalau mau sekalian bapak antar
saja".
Awalnya, bocah itu tampak ragu, namun akhirnya menerima tawaran Pak Mulham.
Pak Mulham lantas berangkat bersama dengan bocah yang membeli satu karangan
bunga tersebut.
"Adik nanti bilang aja berhentinya di mana ya".
"Iya, Pak, sebentar lagi juga sampai". jawab si bocah. Tak lama,
dari kejauhan Pak Mulham melihat kerumunan di dekat gapura pemakaman umum.
"Inalillahi, sepertinya ada yang sedang dimakamkan, Dik", ucap
Pak Mulham sambil memelankan laju kendaraannya.
Bocah itu tidak menggubrisnya dan malah meminta pak Mulham untuk menghentikan
mobilnya.
"Saya turun di depan, Pak".
Pak Mulham kemudian menepikan mobilnya tepat di depan gapura pemakaman umum
yang telah ia lihat dari kejauhan. Bocah lelaki itu lalu turun dan mengucapkan
terima kasih kepada Pak Mulham dengan senyum yang menutupi air matanya. Pak
Mulham terdiam sejenak sambil melihat bocah itu memasuki gerbang pemakaman.
Ia lantas memutarbalikkan mobilnya dan menancap gas sekencang-kencangnya. Ia
sudah tidak memedulikan pesanan bunga yang harus diantarkannya. Pikirannya
hanya tertuju pada rumah orang tuanya yang berjarak cukup jauh dari kota itu.
Sudah dua tahun lebih Pak Mulham belum sempat pulang untuk menjenguk
ibunya. Melihat peristiwa tadi, ia sadar betapa beruntungnya bahwa ibunya masih
diberi kesehatan sehingga masih mampu menginjakkan kakinya di dunia ini.
Padahal, bocah tadi tampak masih sangat muda dan kemungkinan besar ibunya
pun meninggal di usia yang jauh lebih belia dibandingkan dengan orangtua Pak
Mulham. Terkadang apa yang kita miliki baru terasa ketika cerminan pahitnya berdiri
di depan kita.
No comments:
Post a Comment