Cerita Inspiratif Kelas IX Sesi 3

 


Garam dan Telaga

Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air muka yang ruwet. Tamu itu, memang tampak seperti orang yang tak bahagia.

Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan. “Coba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya?” ujar Pak tua itu.

“Pahit. Pahit sekali”, jawab sang tamu, sambil meludah ke samping. Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.

Pak Tua itu, lalu kembali menaburkan segenggam garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang mengaduk-aduk dan tercipta riak air, mengusik ketenangan telaga itu. “Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah. Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi, “Bagaimana rasanya?”.

“Segar.”, sahut tamunya.

“Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?”, tanya Pak Tua lagi.

“Tidak”, jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu. “Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama.

“Tapi, kepahitan yang kita rasakan, akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu, akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu.”

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat. “Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.” Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu.

Demikianlah, hatimu adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan.



Seekor Rusa yang Tahu Membalas Budi

Gemercik anak sungai yang berada di hutan mengalir melewati pepohonan liar yang indah yang menambah keindahan sebuah rumah kecil disana. Matahari bersinar dengan terangnya di awan.

Tiba-tiba, seekor rusa berlari menuju halaman rumah itu dimana seorang anak sedang bermain. Rusa tersebut kemudian mengaitkan baju anak tersebut dengan tanduknya. Hal ini menyebabkan anak tersebut sangat ketakutan sehingga ia menjerit sekuat-kuatnya dan menyebabkan ibunya berlari keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi. Ibunya keluar tepat pada saat ia melihat seekor rusa berlari menuju gunung dengan membawa anaknya tercinta.

Tentu saja ibu anak tersebut sangat ketakutan. Ia berlari mengejar rusa tersebut dan tidak lama kemudian ia menemukan anaknya duduk diatas rumput dalam keadaan selamat. Melihat ibunya datang, anak itu sangat bahagia dan menjulurkan tangannya kepada ibunya. Sang ibu kemudian menggendongnya. Ia merasa sangat bahagia sehingga tidak terasa air matanya mengalir.

Dengan cepat sang ibu menuju rumah mereka bersama anaknya yan tercinta. Ketika hampir tiba, ia berhenti, terperangah melihat apa yang disaksikannya. Sebuah pohon besar dibelakang rumah mereka roboh dan menimpa rumah mereka pada saat ia sedang mengejar rusa yang membawa anaknya tersebut.

Seluruh rumah tersebut rata dengan tanah karena tindihan pohon yang maha berat tersebut. Langit-langit rumah mereka hancur bagaikan tepung. Ayam peliharaan mereka beserta anjing mereka mati. Jika saja ia dan anaknya berada di rumah tersebut, maka entah bagaimana nasibnya dan sang anaknya.

Lalu ibu anak tersebut teringat peristiwa setahun yang lalu pada suatu hari seekor rusa melarikan diri dari seorang pemburu yang hendak menembaknya dan menuju rumah mereka. Ia merasa sangat kasihan melihat rusa yang ketakutan tersebut, lalu ditutupinya rusa tersebut dengan beberapa helai kain. Ketika pemburu tersebut tiba disana, ia tidak menemukan rusa tersebut. Dipikirnya bahwa rusa tersebut telah pergi melalui pintu belakang rumah tersebut. Ia kemudian pergi.

Setelah pemburu tersebut pergi jauh, ibu anak tersebut kemudian membuka kain penutup rusa tersebut dan membiarkannya pergi menuju hutan. Rusa tersebut seakan-akan mengerti bahwa ia telah diselamatkan oleh wanita tersebut, karena ketika pergi ia tidak henti-hentinya memalingkan mukanya kepada wanita tersebut seakan-akan hendak berterima kasih.

Ibu anak tersebut tidak pernah menyangka bahwa rusa tersebut dapat mengingat kebaikannya. Rusa itu entah bagaimana mengetahui bahwa pohon besar tersebut akan runtuh menimpa mereka sehingga ia datang kembali untuk menyelamatkan mereka.

 Ketika ibu tersebut mengingat kejadian tersebut, ia berkata, “Menyelamatkan nyawa makhluk lain adalah sama dengan menyelamatkan diri kita sendiri”.

Pesan moral yang ingin disampaikan pada cerita ini adalah bahwa kita harus menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan, tanpa melihat siapa orang tersebut.



Keledai dan Tuannya

Suatu hari, ada seorang pria dan keledainya yang jatuh ke lubang yang cukup dalam. Si pria bisa keluar dari lubang tersebut. Namun, ia tidak bisa menarik keledai tersebut keluar. Meski begitu, pria tersebut tetap berusaha mencobanya. Hingga akhirnya, ia memilih untuk mengubur keledainya hidup-hidup.

Tanah itu pun ditimbun ke lubang tempat keledai berada. Ketika si keledai tertimpa tanah, ia pun mulai menggoyangkan tubuhnya untuk menjatuhkan tanah yang ada di atas tubuhnya. Lalu secara perlahan keledai tersebut melangkah di atas tanah tersebut.

Keledai itu pun mengibaskan kembali tubuhnya dan menaiki tanah yang ditimbun itu. Sebab semakin tanah ditimbun, maka semakin tinggi tanah tersebut sehingga keledai bisa naik.

Akhirnya ketika waktu sudah menuju sore hari, keledai itu bisa keluar dari lubang dan mulai makan rumput di padang rumput yang hijau.

Setelah banyak mengibaskan masalah, dan mulai melangkah, maka suatu saat ketika terlepas dari masalah, kamu akan mampu merumput di padang rumput hijau. Dalam hal ini, kamu akan mampu meraih apa yang sedang dimimpikan.


No comments:

Post a Comment

Adbox